Friday, 1 June 2012

Pemanfaatan Kolong Bekas Tambang Timah Sebagai Sumber Mata Pencaharian Masyarakat Pasca Timah (Studi Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Tengah Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong)


Pemanfaatan Kolong Bekas Tambang Timah Sebagai Sumber Mata Pencaharian Masyarakat Pasca Timah
(Studi Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Tengah Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong)



ABSTRAK


Kolong adalah cekungan daratan yang terbentuk dari bekas penambangan timah yang terisi oleh air. Kedalaman dari kolong ini bisa mencapai 50 – 100 meter. Pulau Bangka merupakan suatu pulau yang terkenal sebagai penghasil timah terbesar di Negara Indoneisa, oleh karena itu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten Bangka Tengah, merupakan daerah yang memiliki kolong-kolong terbanyak sebagai dampak dari penambangan timah tersebut, yang dilakukan oleh  PT. Timah beserta Kuasa –Kuasa Penambangan (KP). Kehadiran kolong menimbulkan masalah yang sangat dilematis, hal ini dikarenakan banyak dampak negatif yang terjadi setelah pembukaan  lahan baik itu lahan hutan, ataupun lahan pertanian secara besar-besaran.
Efek positif yang di dapat dari adanya penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung antara lainnya adalah mengurangi dampak dari krisis moneter yang berkepanjangan di Negara Indonesia, karena untuk menciptakan lapangan pekerjaan sangat mudah sekali didapat. Namun di sisi lain, efek negatif yang timbul akibat adanya eksploitasi timah tersebut adalah, rusaknya lahan-lahan pertanian maupun hutan-hutan yang menjadi ekosistem dari makhluk hidup lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pemerintah daerah dalam melakukan pengolahan dan pemanfatan dari kolong sebagai salah satu sumber mata pencaharian alternatif bagi masyarakat Kabupaten Bangka Tengah pasca timah.
            Berkaca dari fenomena di atas, Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah memiliki rencana untuk menggalakkan pemanfaatan kolong-kolong bekas tambang timah tersebut dapat dijadikan sebagai suatu sumber mata pencaharian bagi masyarakat pasca timah. Sebagai contoh pemanfaatan kolong bekas tambang antara lain adalah, dijadikan sebagai tempat wisata, tempat budi daya ikan air tawar, sumber cadangan air baku, dan lain-lain.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah menerbitkan sebuah regulasi yang mengatur tentang pemanfaaatan dan pengelolaan kolong bekas tambang timah dimaksud yaitu Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pemanfaatan dan Pengelolaan Kolong.





Kata kunci : kolong, timah, lahan, regulasi.




Utilization of ‘Kolong’ ex tin mining  as a Source of Community Livelihood Post-Tin
(Studies of Local Regulation No. 26/2011 Concerning Utilization and Management of “Kolong”)


ABSTRACT

“Kolong” is a land under the basin formed from the former tin mining which fills with water. Depth of the pit can reach 50-100 meters. Bangka Island is an island which is famous as the largest tin producer and suppylaing in Indonesia, therefore, Kepulauan Bangka Belitung Province, and particularly in Central Bangka Regency, is an area that has the mostunder-under as a result of tin mining, which was conducted by PT. Timah and its  Mining Authorities. The presence of a problem under a real dilemma, this is because many of the negative impacts that occur after either clearing of  forest land, agricultural land or on a large scale.
Positive effect in the can from the tin mining in the Province of Kepulauan Bangka Belitung is to reduce the impact of the prolonged economics crisis in the State of Indonesia, because able to create employment. But on the other dimension, the negative effects arising from the exploitation of tin mining they are, destruction of agricultur lands and forests of the ecosystems of other living creatures.
This study aims to determine the role of local government in performing the processing and utilization of the ‘kolong’ as one alternative source of livelihood after the tin.
Reflecting the above phenomenon, Central Bangka of Regency Government has plans to promote the use of ‘kolong’ ex tin mining can be used as a source of livelihood for the post of lead. As an example of utilization of the former mine pit, among others, serve as tourist attractions, where freshwater fish farming, the source of raw water supplies, and others.
Therefore, issued a regulation governing the use and management under the ex-tin mines meant that Central Bangka Regency of Government issued Local Regulation No. 26/2011 Concerning Utilization and Management of “Kolong”.












Keyword : kolong, tin, land, regulation








A.                Latar Belakang
            Akhir-akhir ini, penambangan timah di Pulau Bangka kondisinya sudah sangat memprihatinkan, terlebih pada saat dibukanya izin usaha penambangan oleh Pemerintah Kabupaten Bangka yang pada waktu itu, (sebelum adanya pemekaran kabupaten) guna mengantisipasi terhadap gejolak krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1997-1998. Saat itu, gejolak krisis moneter yang  mengakibatkan demonstrasi besar-besaran di Jakarta dan di beberapa kota besar lainnya di Indonesia mengakibatkan etnis Tionghoa yang berada di kota-kota tersebut yang pada awalnya merantau, mulai pulang kampung atau kembali ke Bangka dan kehilangan pekerjaannya, sehingga tingkat penggangguran di Bangka pada saat itu sangat tinggi. Melihat gejolak yang terjadi di masyarakat pada waktu itu, Pemerintah Kabupaten Bangka meminta kepada PT. Timah yang merupakan pemilik kuasa penambangan timah di Pulau Bangka untuk dapat mengizinkan beberapa atau sebagian lokasi tambang di wilayah kuasa penambangan yang telah ditinggalkan untuk dapat dikelola kembali oleh masyarakat.
Maraknya tambang inkonvensional atau lebih dikenal sebagai TI, diawali dengan diterbitkannya SK Menperindag Nomor. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999 bahwa timah diketegorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi) dan pencabutan status timah sebagai komoditas strategis, sehingga tidak dimonopoli lagi oleh satu BUMN dan dapat dieskpor secara bebas oleh siapa pun. Maraknya kegiatan TI tersebut pada akhirnya tentu saja berdampak pada lingkungan. Sebagai upaya mengantisipasi tingkat kerusakan lingkungan yang semakin parah diperlukan payung hukum yang jelas sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan penambangan. Maka pemerintah Kabupaten Bangka dengan persetujuan DPRD mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya:
1.      Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Pertambangan Umum.
2.      Peraturan Daerah No. 20 tahun 2001 Tentang Penetapan dan Pengaturan Tatalaksana Perdagangan barang Strategis.
3.      Peraturan daerah No. 21 tahun 2001 Tentang Pajak Pertambangan Umum dan Mineral ikutan Lainnya.
Disebut dengan tambang inkonvensional (TI) karena metode penambangannya tidak seperti penambangan terbuka (open mining) namun hanya menggunakan mesin penyedot tanah dan air dengan kebutuhan modal hanya berkisar Rp 15 juta. Menurut sumber BPS Kabupaten Bangka Tahun 2003, Tambang Inkonvensional (TI) memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap perekonomian masyarakat di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dimana selama tahun 2000 – 2002 terdapat 6.000 unit tambang inkonvensional. Rata-rata 1 (satu) unit tambang inkonvensional menghasilkan 10 ribu ton pasir timah, maka jumlah produksi bijih timah dari TI mencapai 60.000 ton per tahun. Jumlah ini lebih besar dari produksi PT Tambang Timah dan PT. Koba Tin yang hanya mampu memproduksi sekitar 45.000 ton per tahun. Besarnya jumlah produksi TI yang pada gilirannya akan masuk ke pasar internasional tersebut dapat mempengaruhi stok logam timah dunia dan selanjutnya membahayakan kestabilan harga bijih timah dunia.
Menurut survey yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka, pada tahun 2006 total ekspor logam timah Indonesia diperkirakan mencapai 123.500 ton. Dari jumlah tersebut , kontribusi PT. Timah sebesar 43.000 ton, PT. Koba Tin 20.500 ton, dan sisanya dari smelter swasta illegal sebesar 60.000 ton atau mencapai hampir sepertiga total produksi timah dunia.
Maraknya industri TI, telah menciptakan keuntungan bagi perekonomian Bangka Belitung dengan menggeliatnya sektor pertambangan dan penyerapan tenaga kerja, namun juga menimbulkan berbagai masalah yang merugikan sektor ekonomi lain, khususnya pertanian, serta meningkatnya angka putus sekolah dan kerusakan lingkungan. Begitu juga halnya yang terjadi di Kabupaten Bangka Tengah saat ini, dampak yang diakibatkan oleh maraknya tambang inkonvensional juga sangat mempengaruhi sistem budaya, sistem mata pencahariaan dan juga sistem perekonomiannya.
Kabupaten Bangka Tengah dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003 berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2003. Bersama-sama dengan pembentukan Kabupaten Bangka Tengah, dibentuk pula Kabupaten Bangka Selatan, Bangka Barat dan Belitung Timur. Wilayah Kabupaten Bangka Tengah Tengah terletak di Pulau Bangka. Pembentukan Kabupaten Bangka Tengah tidak semata-mata karena kebutuhan pengembangan wilayah propinsi, tetapi juga karena keinginan masyarakat di dalamnya, serta upaya untuk mempercepat pembangunan daerah dan terciptanya pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien.
Mengakar pada hal di atas, Kabupaten Bangka Tengah pun tidak luput dengan adanya ekplorasi dan eksploitasi timah. Dalam hal ini, penambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah memasuki tahap yang sangat memprihatinkan, penambangan timah tidak hanya di daratan/lahan pertanian, namun juga merambah ke pinggir-pinggir pantai hingga ke sungai-sungai, contohnya penambangan timah di Desa Kulur, Lubuk Besar dan Pantai Batu Belubang.
Di Kabupaten Bangka Tengah sendiri memiliki sebuah perusahaan swasta dalam melaksanakan ekploitasi dan eksplorasi timah yang dipegang oleh PT. Kobatin yang menggunakan sistem kontrak karya. Namun selain PT. Kobatin, terdapat juga beberapa tambang timah yang telah memiliki izin kuasa penambangan dan mitra dari PT. Timah. Dari data Bangka Tengah Dalam Angka Tahun 2010, disebutkan bahwa dari tahun 2005 – 2009 terdapat 56 unit Kuasa Penambangan sebagai penyelidikan umum, 52 Kuasa Penambangan sebagai ekplorasi dan 56 unit kuasa eksploitasi, selain itu, terdapat juga 32 unit tambang yang hanya mengantongi Surat Izin Pertambangan Rakyat Daerah.
B.                 Definisi Kolong
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia, kolong memiliki arti : lubang (tembusan) di dalam tanah (tambang). Sedangkan menurut Wardoyo dan Ismail (dalam Lani,dkk:2005) menyebutkan bahwa kolong adalah perairan/badan air yang terbentuk dari lahan bekas penambangan bahan galian. Cekungan-cekungan di permukaan tanah yang kemudian diisi limpasan air permukaan (air hujan, sungai, laut) sehingga menyerupai kolam atau danau besar. Sedangkan lahan bekas pertambangan di dasar laut akan meninggalkan lubang berupa palung yang dalam di dasar laut.
Kolong yang terbentuk dari lubang bekas galian tambang memiliki ukuran dan kedalaman yang berbeda tergantung jenis galiannya. Kedalaman kolong bervariasi mulai dari 1 hingga 21 m, namun umumnya kedalaman kolong di atas 5 m. Lubang bekas galian timah di Pulau Bangka dan Belitung umumnya berukuran 0,25 - 4,0 Ha dengan kedalaman 2 - 6 m. Menurut Wardoyo dan Ismail berdasarkan usia kolong, jenis kolong terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1.      Kolam/danau bekas galian mentah (kolong usia muda)
Yaitu kolong yang berumur kurang dari 5 tahun. Seluruh kandungan unsur hara pada kolong ini sudah hilang/rusak. Kehidupan biologis di kolong ini hampir tidak ada karena seluruh unsur hara/mineralnya sudah hilang/rusak, sehingga dibutuhkan waktu yang panjang untuk suksesi lingkungan. Kegiatan perbaikan lingkungan atau reklamasi dapat dilakukan, namun diperlukan biaya yang besar dan jangka waktu yang panjang.
2.      Kolam/danau bekas galian setengah matang (kolong usia sedang)
Yaitu kolong yang berumur antara 5 sampai 20 tahun. Di kolong ini mulai terdapat kehidupan biologis namun jenis spesies dan populasinya masih terbatas, karena air dalam kolong masih cukup banyak mengandung bahan pencemar.
3.      Kolam/danau bekas galian matang (kolong usia tua)
Yaitu kolong yang berumur lebih dari 20 tahun. Kondisi biogeofisik kolong ini sudah semakin normal seperti layaknya sebuah danau atau kolam tua. Keanekaragaman hayati kolong ini (plankton, ikan, dan organisme akuatik lainnya) sudah menyerupai perairan tergenang alami. Air di kolong ini sudah dapat dimanfaatkan masyarakat bagi kehidupan sehari-hari. Walau begitu bukan berarti kolong ini telah bebas dari masalah, karena lapisan lumpur di dasar perairan diduga masih banyak mengandung bahan pencemar.
Di wilayah Kabupaten Bangka Tengah sendiri, kolong-kolong bekas penambangan timah menjadi fenomena yang tidak bisa dipungkiri lagi, dengan kata lain bahwa selama harga timah dunia semakin tinggi, maka ekploitasi dan eksplorasi pun akan tetap menjadi bahan perbincangan hebat di kalangan masyarakat, pemerintah ataupun pihak swasta. Namun yang menjadi kendalanya adalah bagaimana cara kita memanfaatkan kembali lahan-lahan galian bekas tambang timah menjadi suatu komoditas yang memiliki nilai jual yang tinggi.
C.                 Kolong Sebagai Asset Dalam Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Lokal
Dalam peningkatan ekonomi kemasyarakatan lokal, seperti yang dikatakan oleh Hariz Faozan (2010) dalam sebuah makalahnya yang berjudul Tata Kelola Pemerintahan Daerah Yang Baik Dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal Yang Menimbulkan Pembangunan Daerah menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi lokal secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan perekonomian di suatu daerah yang menyebabkan barang dan/atau jasa yang diproduksi di suatu daerah semakin bertambah dan kemakmuran masyarakat daerah yang bersangkutan semakin meningkat dalam jangka panjang. Proses kegiatan perekonomian di suatu daerah itu sendiri sangat terkait dengan perkembangan ekonomi yang bersifat tangible atau nyata, seperti diantaranya perkembangan infrastruktur, rumah sakit, sekolah, barang manufaktur, produksi barang industri-industri di daerah. Pertumbuhan ekonomi lokal, oleh karenanya dapat digambarkan sebagai berkembangnya potensi-potensi ekonomi di tingkat lokal yang mampu mengangkat derajat perekonomian masyarakat yang bersangkutan, sehingga masyarakat mampu bertahan dan bahkan bersaing di bidang ekonomi dengan masyarakat daerah lain.
Berkaca dari Visi dan Misi Bupati dan Wakil Bupati Bangka Tengah Periode 2010-2015, peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal inilah yang menjadi dasar Bupati dan Wakil Bupati Bangka Tengah periode 2010-2015 untuk menjalan visi dan misi-nya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bangka Tengah. Adapun bentuk dari visi dari Bupati dan Wakil Bupati Bangka Tengah periode 2010-2015 adalah sebagai berikut : “Terwujudnya Negeri Selawang Segantang yang sejahtera melalui pemerintahan yang amanah, bersih, berwibawa, berbasis IPTEK dan IMTAQ, berorientasi ekonomi masyarakat serta berwawasan lingkungan”. Sedangkan Misi yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1.    Meningkatkan pengelolaan potensi sumber daya alam secara arif dan bijaksana melalui penguasaan dan pengembangan IPTEK dan IMTAQ yang berorientasi kepada ekonomi masyarakat,
2.    Menciptakan situasi politik dan keamanan yang kondusif untuk memacu iklim usaha dan investasi,
3.    Meningkatkan sarana dan prasarana untuk memacu percepatan pelaksanaan pembangunan,
4.    Meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
5.    Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan terbuka.
Dengan adanya visi dan misi tersebut, jelas bahwa dalam pembangunan daerah, satu hal yang paling penting untuk dilaksanakan adalah meningkatkan pertumbuhan masyarakat yang sejahtera, karena apabila masyarakat sejahtera, maka pembangunan-pembangunan yang lain pun akan sangat mudah terlaksana.
Tuntutan-tuntutan penggalakan ekonomi masyarakat lokal ini-lah yang melandasi atau yang menjadi cikal bakal Kabupaten Bangka Tengah untuk menggalakkan peningkatan ekonomi kemasyarakatan dengan memanfaatkan kolong bekas tambang timah yang sudah tidak memiliki potensi timah. Lahan bekas tambang timah itu, hanya dibiarkan begitu saja tanpa ada rehabilitasi ataupun reklamasi. Hal inilah yang semakin memperparah kondisi kolong/lahan bekas tambang timah. Saat ini, pemerintah daerah berusaha memberikan sosialiasasi terhadap masyarakat tentang cara-cara pemanfaatan dan pengelolaan kolong pasca  habisnya timah, maka dikeluarkanlah sebuah Peraturan Daerah yang mengatur tentang pemanfaatan dan pengelolaan kolong tersebut, yaitu Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong.
D.                Pemanfaatan Kolong Sebagai Area Pembudidayaan Ikan Air Tawar Bagi Masyarakat
Sesuai dengan peraturan daerah tersebut, usaha pemanfaatan kolong dilaksanakan sesuai dengan status kepemilikannya dan izin pengelolaannya, namun apabila kolong tersebut tidak  dilaporkan selama 2 (dua) tahun, maka seluruh izin pengelolaan dan pemanfaatan kolong akan dicabut dan pemerintah berhak mengelolanya. Kolong selain sebagai sumber air baku, juga dapat dimanfaatkan sebagai daerah untuk pembudidayaan ikan air tawar, seperti ikan lele dan ikan patin melalui keramba ataupun dilepas secara liar.
Oleh karena itu, dalam upaya pemberdayaan kolong yang produktif, dapat dilakukan sesuai keinginan dari masyarakat di sekitar kolong, dan keterlibatan pemerintah daerah sebagai lembaga yang memberi ijin dan fasilitas, serta rencana pengembangan wilayah terutama kebijakan tata ruang, dan pihak swasta lainnya yang berperan sebagai investor. Pola pemanfaatan kolong yang dapat dikembangkan antara lain adalah pola terpadu dengan konsentrasi pada kegiatan perikanan. Usaha perikanan ini dapat dilakukan pada kolong-kolong yang berusia lebih dari 15 tahun atau kolong yang mempunyai akses ke sungai dan laut. Karena berdasarkan hasil laporan yang ditulis oleh Endang Bidayani (2008) terhadap kualitas air kolong, menyebutkan bahwa permasalahan krusial dari kualitas air kolong yang berusia kurang dari 15 tahun dan tidak memiliki aksesibilitas ke sungai dan laut adalah kandungan logam berat terutama kandungan timbal (Pb), seng (Zn) dan tembaga (Cu).
Saat ini, tingkat konsumsi ikan lele maupun ikan patin di Kabupaten Bangka Tengah sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan menjamurnya warung-warung makan yang menyajikan menu ikan patin dan ikan lele, tapi sayangnya sebagian besar ikan patin ataupun ikan lele itu didatangkan dari Propinsi Sumatera Selatan, karena seperti kita ketahui memang dari dulu, Propinsi Sumatera Selatan terkenal dengan  hasil ikan air tawarnya. Pembudidayaan berbagai jenis ikan air tawar ini saat ini sedang digalakkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Tengah, hal ini didasari bahwa ikan air tawar merupakan salah satu jenis usaha yang lumayan menjanjikan ke depannya. Dengan didukung menjamurnya warung-warung kuliner yang menyajikan menu ikan air tawar. Kolong dapat dijadikan sebagai tempat untuk membudidayakan ikan-ikan air tawar tersebut. Dengan menggunakan jenis keramba apung ataupun dibudidayakan secara liar (benih ikan hanya dilepas ke dalam kolong).
Pemanfaatan kolong sebagai usaha perikanan dan perkebunan ini dapat melibatkan masyarakat sekitar sebagai mitra. Selain dapat membantu mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan, pengembangan pola kemitraan inti dan plasma juga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, yakni melalui pemanfaatan biji jarak sebagai bahan bakar bagi operasional industri pertambangan menggantikan bahan bakar fosil, sekaligus membantu masyarakat mendapatkan bahan bakar minyak jarak sebagai pengganti minyak tanah yang belakangan sulit didapatkan, dengan harga terjangkau. Upaya yang dapat dilakukan antara lain memberikan bibit secara gratis kepada petani, memanfaatkan lahan bekas pertambangan dengan sistem tumpang sari dengan cara bagi hasil, melakukan pembinaan kepada para petani dan melakukan pendampingan selama proses produksi berlangsung, melakukan proyek percontohan atau memperkerjakan para pengangguran untuk melakukan reklamasi pada lahan-lahan milik perusahaan dengan sepenuhnya pembiayaan dari pihak perusahaan.
E.                  Kolong Sebagai Sarana Rekreasi dan Wisata Air
Selain sebagai tempat pembudidayaan ikan air tawar, kolong juga dapat dimanfaatkan untuk sarana rekreasi dan wisata air, bisa dimanfaatkan sebagai water boom, dengan dibangunnya pusat wahana water boom, maka kolong yang hanya ditelantarkan oleh pengusahanya dapat disulap menjadi daerah wisata. Hal ini sudah dilakukan oleh Kabupaten Bangka yaitu dengan selain menyajikan kolam air panas, juga mereka menyediakan wahana water boom. Wahana tersebut diserahkan kepada pihak ketiga, dimana saat ini, wahana Tirta Tapta dikelola oleh pihak Eljohn. Untuk di Kabupaten Bangka, kolong yang  bisa dimanfaatkan sebagai wahana water boom bisa dibangun di lokasi ex-PT. Kobatin di daerah Kelurahan Simpang Perlang, ataupun di Desa Nibung, Kecamatan Koba, karena selain luas dan besar, juga daerah tersebut mudah diakses, karena berada di dekat Kota Koba, namun sampai sejauh ini, pihak PT. Kobatin belum menghibahkan kolong tersebut kepada pihak Pemerintah Daerah.
F.                  Sebagai Tempat Penangkaran Buaya
Sejak dulu kulit buaya menjadi trend yang tidak ada pernah akan habisnya, selain mahal harganya, pecinta fashion pun seolah-olah merasa prestise jika menggunakan produk yang berbahan dasar kulit buaya. Dengan memanfaatkan peluang terhadap permintaan masyarakat terhadap kulit buaya itulah, Pemerintah Daerah dapat memberikan pelatihan terhadap penangkaran buaya. Usaha penangkaran buaya selain bertujuan melestarikan buaya, juga dapat diambil manfaatnya sebagai penghasil kulit buaya untuk keperluan bahan baku pada industri kerajinan. Buaya-buaya yang akan ditangkarkan ini, dapat diambil dari alam karena buaya masih dapat dijumpai di perairan Bangka Belitung secara bebas.
G.               Kesimpulan
Lahan pasca timah meninggalkan sejumlah kolong-kolong yang sampai saat ini belum dimanfaatkan sepenuhnya, kolong merupakan suatu asset yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat lokal. Sebagaimana dalam Peraturan Daerah Nomor 26 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong. Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah memperkenalkan kepada masyarakat tentang pemanfaatan kolong untuk masyarakat. Sebagaimana disebutkan bahwa pemanfaatan kolong bisa dijadikan sebagai tempat pembudidayaan ikan air tawar, sarana rekreasi, dan penangkaran buaya.
Namun yang menjadi kendala ke depan adalah tentang status lahan yang dijadikan sebagai tempat pengeksploitasian timah, dan juga investor yang akan menanamkan investasi ke kolong tersebut. Sosialisasi pemerintah ke masyarakat serta pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pembudidayaan ikan air tawar dan penangkaran buaya pun saat ini dirasakan belum optimal.
Dengan adanya pemanfaatan kolong, diharapkan kepada masyarakat di Kabupaten Bangka Tengah untuk dapat memanfaatkan seoptimal mungkin, karena harapan masyarakat kepada timah saat ini dapat bergeser dan tidak sepenuhnya menggantungkan hidup mereka terhadap timah.



Daftar Pustaka :

Echols, John M dan Shadily Hassan. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Jakarta. 2005
Puspita, Lani dkk. Lahan Basah Buatan di Indonesia, Bogor: Wetlands International - IP, 2005
Bangka Tengah Dalam Angka 2010
Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Baik dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal yang Menimbulkan Pembangunan  Daerah Penulis Hariz Faozan dalam Jurnal Ilmu Administrasi Vol. VII No. 4 Tahun 2010

Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong

2 comments: