Pemanfaatan
Kolong Bekas Tambang Timah Sebagai Sumber Mata Pencaharian Masyarakat Pasca
Timah
(Studi Peraturan Daerah Kabupaten Bangka
Tengah Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong)
ABSTRAK
Kolong adalah cekungan daratan yang terbentuk
dari bekas penambangan timah yang terisi oleh air. Kedalaman dari kolong ini
bisa mencapai 50 – 100 meter. Pulau Bangka merupakan suatu pulau yang terkenal
sebagai penghasil timah terbesar di Negara Indoneisa, oleh karena itu Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten Bangka Tengah, merupakan
daerah yang memiliki kolong-kolong terbanyak sebagai dampak dari penambangan
timah tersebut, yang dilakukan oleh PT.
Timah beserta Kuasa –Kuasa Penambangan (KP). Kehadiran kolong menimbulkan
masalah yang sangat dilematis, hal ini dikarenakan banyak dampak negatif yang
terjadi setelah pembukaan lahan baik itu
lahan hutan, ataupun lahan pertanian secara besar-besaran.
Efek positif yang di dapat dari adanya
penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung antara lainnya adalah
mengurangi dampak dari krisis moneter yang berkepanjangan di Negara Indonesia,
karena untuk menciptakan lapangan pekerjaan sangat mudah sekali didapat. Namun
di sisi lain, efek negatif yang timbul akibat adanya eksploitasi timah tersebut
adalah, rusaknya lahan-lahan pertanian maupun hutan-hutan yang menjadi
ekosistem dari makhluk hidup lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peran pemerintah daerah dalam melakukan pengolahan dan pemanfatan dari kolong
sebagai salah satu sumber mata pencaharian alternatif bagi masyarakat Kabupaten
Bangka Tengah pasca timah.
Berkaca
dari fenomena di atas, Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah memiliki rencana untuk
menggalakkan pemanfaatan kolong-kolong bekas tambang timah tersebut dapat
dijadikan sebagai suatu sumber mata pencaharian bagi masyarakat pasca timah. Sebagai
contoh pemanfaatan kolong bekas tambang antara lain adalah, dijadikan sebagai
tempat wisata, tempat budi daya ikan air tawar, sumber cadangan air baku, dan
lain-lain.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bangka
Tengah menerbitkan sebuah regulasi yang mengatur tentang pemanfaaatan dan
pengelolaan kolong bekas tambang timah dimaksud yaitu Peraturan Daerah Nomor 26
Tahun 2011 tentang Pemanfaatan dan Pengelolaan Kolong.
Kata
kunci : kolong, timah, lahan, regulasi.
Utilization of ‘Kolong’ ex tin mining
as a Source of Community Livelihood Post-Tin
(Studies of Local Regulation No. 26/2011 Concerning Utilization and Management of “Kolong”)
(Studies of Local Regulation No. 26/2011 Concerning Utilization and Management of “Kolong”)
ABSTRACT
“Kolong”
is a land under the basin formed from the former tin
mining which fills with water. Depth of
the pit can reach 50-100 meters. Bangka Island is
an island which is famous as the
largest tin producer and suppylaing in Indonesia, therefore,
Kepulauan Bangka Belitung Province, and particularly in Central Bangka Regency, is
an area that has the mostunder-under as a
result of tin mining, which was conducted by PT. Timah and
its Mining Authorities. The presence of a problem under a real
dilemma, this is because many of the negative impacts that occur after
either clearing of forest land, agricultural
land or on a large scale.
Positive effect in
the can from the tin mining in the Province of Kepulauan Bangka Belitung
is to reduce the impact of the prolonged economics crisis in the State of Indonesia,
because able to create employment. But on the other dimension, the negative
effects arising from the exploitation of tin mining they are, destruction of agricultur
lands and forests of the ecosystems of other living creatures.
This
study aims to determine the role of local government in performing the
processing and utilization of the ‘kolong’ as one alternative source of
livelihood after the tin.
Reflecting
the above phenomenon, Central Bangka of Regency Government has plans to promote
the use of ‘kolong’ ex tin mining can be used as a source
of livelihood for the post of lead. As an example
of utilization of the former mine pit, among others, serve
as tourist attractions, where freshwater fish farming, the source of
raw water supplies, and others.
Therefore, issued a
regulation governing the use and management under the ex-tin mines meant that Central Bangka Regency
of Government issued Local Regulation No. 26/2011 Concerning Utilization
and Management of “Kolong”.
Keyword
: kolong, tin, land, regulation
A.
Latar Belakang
Akhir-akhir
ini, penambangan timah di Pulau Bangka kondisinya sudah sangat memprihatinkan,
terlebih pada saat dibukanya izin usaha penambangan oleh Pemerintah Kabupaten
Bangka yang pada waktu itu, (sebelum adanya pemekaran kabupaten) guna
mengantisipasi terhadap gejolak krisis moneter yang melanda Indonesia tahun
1997-1998. Saat itu, gejolak krisis moneter yang mengakibatkan demonstrasi besar-besaran di
Jakarta dan di beberapa kota besar lainnya di Indonesia mengakibatkan etnis
Tionghoa yang berada di kota-kota tersebut yang pada awalnya merantau, mulai
pulang kampung atau kembali ke Bangka dan kehilangan pekerjaannya, sehingga
tingkat penggangguran di Bangka pada saat itu sangat tinggi. Melihat gejolak
yang terjadi di masyarakat pada waktu itu, Pemerintah Kabupaten Bangka meminta
kepada PT. Timah yang merupakan pemilik kuasa penambangan timah di Pulau Bangka
untuk dapat mengizinkan beberapa atau sebagian lokasi tambang di wilayah kuasa
penambangan yang telah ditinggalkan untuk dapat dikelola kembali oleh
masyarakat.
1.
Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Pertambangan Umum.
2.
Peraturan Daerah No. 20 tahun 2001 Tentang
Penetapan dan Pengaturan Tatalaksana Perdagangan barang Strategis.
3.
Peraturan daerah No. 21 tahun 2001 Tentang
Pajak Pertambangan Umum dan Mineral ikutan Lainnya.
Disebut
dengan tambang inkonvensional (TI) karena metode penambangannya tidak seperti
penambangan terbuka (open mining) namun hanya menggunakan mesin penyedot tanah
dan air dengan kebutuhan modal hanya berkisar Rp 15 juta. Menurut sumber BPS
Kabupaten Bangka Tahun 2003, Tambang Inkonvensional (TI) memberikan kontribusi
yang sangat signifikan terhadap perekonomian masyarakat di wilayah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, dimana selama tahun 2000 – 2002 terdapat 6.000 unit
tambang inkonvensional. Rata-rata 1 (satu) unit tambang inkonvensional
menghasilkan 10 ribu ton pasir timah, maka jumlah produksi bijih timah dari TI
mencapai 60.000 ton per tahun. Jumlah ini lebih besar dari produksi PT Tambang
Timah dan PT. Koba Tin yang hanya mampu memproduksi sekitar 45.000 ton per
tahun. Besarnya jumlah produksi TI yang pada gilirannya akan masuk ke pasar
internasional tersebut dapat mempengaruhi stok logam timah dunia dan
selanjutnya membahayakan kestabilan harga bijih timah dunia.
Menurut
survey yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka, pada
tahun 2006 total ekspor logam timah Indonesia diperkirakan mencapai 123.500
ton. Dari jumlah tersebut , kontribusi PT. Timah sebesar 43.000 ton, PT. Koba
Tin 20.500 ton, dan sisanya dari smelter swasta illegal sebesar 60.000 ton atau
mencapai hampir sepertiga total produksi timah dunia.
Maraknya
industri TI, telah menciptakan keuntungan bagi perekonomian Bangka Belitung
dengan menggeliatnya sektor pertambangan dan penyerapan tenaga kerja, namun
juga menimbulkan berbagai masalah yang merugikan sektor ekonomi lain, khususnya
pertanian, serta meningkatnya angka putus sekolah dan kerusakan lingkungan.
Begitu juga halnya yang terjadi di Kabupaten Bangka Tengah saat ini, dampak
yang diakibatkan oleh maraknya tambang inkonvensional juga sangat mempengaruhi
sistem budaya, sistem mata pencahariaan dan juga sistem perekonomiannya.
Kabupaten
Bangka Tengah dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003 berdasarkan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2003. Bersama-sama dengan pembentukan Kabupaten Bangka Tengah,
dibentuk pula Kabupaten Bangka Selatan, Bangka Barat dan Belitung Timur.
Wilayah Kabupaten Bangka Tengah Tengah terletak di Pulau Bangka. Pembentukan
Kabupaten Bangka Tengah tidak semata-mata karena kebutuhan pengembangan wilayah
propinsi, tetapi juga karena keinginan masyarakat di dalamnya, serta upaya
untuk mempercepat pembangunan daerah dan terciptanya pelayanan publik yang
lebih efektif dan efisien.
Mengakar
pada hal di atas, Kabupaten Bangka Tengah pun tidak luput dengan adanya
ekplorasi dan eksploitasi timah. Dalam hal ini, penambangan timah di Kabupaten
Bangka Tengah memasuki tahap yang sangat memprihatinkan, penambangan timah
tidak hanya di daratan/lahan pertanian, namun juga merambah ke pinggir-pinggir
pantai hingga ke sungai-sungai, contohnya penambangan timah di Desa Kulur,
Lubuk Besar dan Pantai Batu Belubang.
Di
Kabupaten Bangka Tengah sendiri memiliki sebuah perusahaan swasta dalam
melaksanakan ekploitasi dan eksplorasi timah yang dipegang oleh PT. Kobatin
yang menggunakan sistem kontrak karya. Namun selain PT. Kobatin, terdapat juga
beberapa tambang timah yang telah memiliki izin kuasa penambangan dan mitra
dari PT. Timah. Dari data Bangka Tengah Dalam Angka Tahun 2010, disebutkan
bahwa dari tahun 2005 – 2009 terdapat 56 unit Kuasa Penambangan sebagai
penyelidikan umum, 52 Kuasa Penambangan sebagai ekplorasi dan 56 unit kuasa
eksploitasi, selain itu, terdapat juga 32 unit tambang yang hanya mengantongi
Surat Izin Pertambangan Rakyat Daerah.
B.
Definisi
Kolong
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia, kolong memiliki arti
: lubang (tembusan) di dalam tanah (tambang). Sedangkan menurut Wardoyo dan
Ismail (dalam Lani,dkk:2005) menyebutkan bahwa kolong adalah perairan/badan air
yang terbentuk dari lahan bekas penambangan bahan galian. Cekungan-cekungan di
permukaan tanah yang kemudian diisi limpasan air permukaan (air hujan, sungai,
laut) sehingga menyerupai kolam atau danau besar. Sedangkan lahan bekas
pertambangan di dasar laut akan meninggalkan lubang berupa palung yang dalam di
dasar laut.
Kolong yang terbentuk dari lubang bekas galian tambang
memiliki ukuran dan kedalaman yang berbeda tergantung jenis galiannya.
Kedalaman kolong bervariasi mulai dari 1 hingga 21 m, namun umumnya kedalaman kolong
di atas 5 m. Lubang bekas galian timah di Pulau Bangka dan Belitung umumnya
berukuran 0,25 - 4,0 Ha dengan kedalaman 2 - 6 m. Menurut Wardoyo dan Ismail berdasarkan
usia kolong, jenis kolong terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1.
Kolam/danau bekas
galian mentah (kolong usia muda)
Yaitu kolong yang berumur kurang dari 5
tahun. Seluruh kandungan unsur hara pada kolong ini sudah hilang/rusak.
Kehidupan biologis di kolong ini hampir tidak ada karena seluruh unsur
hara/mineralnya sudah hilang/rusak, sehingga dibutuhkan waktu yang panjang
untuk suksesi lingkungan. Kegiatan perbaikan lingkungan atau reklamasi dapat
dilakukan, namun diperlukan biaya yang besar dan jangka waktu yang panjang.
2. Kolam/danau bekas galian setengah matang
(kolong usia sedang)
Yaitu kolong yang berumur antara 5
sampai 20 tahun. Di kolong ini mulai terdapat kehidupan biologis namun jenis
spesies dan populasinya masih terbatas, karena air dalam kolong masih cukup
banyak mengandung bahan pencemar.
3.
Kolam/danau bekas
galian matang (kolong usia tua)
Yaitu kolong yang berumur lebih dari 20
tahun. Kondisi biogeofisik kolong ini sudah semakin normal seperti
layaknya sebuah danau atau kolam tua. Keanekaragaman hayati kolong ini
(plankton, ikan, dan organisme akuatik lainnya) sudah menyerupai perairan
tergenang alami. Air di kolong ini sudah dapat dimanfaatkan masyarakat bagi
kehidupan sehari-hari. Walau begitu bukan berarti kolong ini telah bebas dari
masalah, karena lapisan lumpur di dasar perairan diduga masih banyak mengandung
bahan pencemar.
Di wilayah Kabupaten Bangka Tengah sendiri,
kolong-kolong bekas penambangan timah menjadi fenomena yang tidak bisa
dipungkiri lagi, dengan kata lain bahwa selama harga timah dunia semakin
tinggi, maka ekploitasi dan eksplorasi pun akan tetap menjadi bahan
perbincangan hebat di kalangan masyarakat, pemerintah ataupun pihak swasta.
Namun yang menjadi kendalanya adalah bagaimana cara kita memanfaatkan kembali lahan-lahan
galian bekas tambang timah menjadi suatu komoditas yang memiliki nilai jual
yang tinggi.
C.
Kolong
Sebagai Asset Dalam Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Lokal
Dalam peningkatan ekonomi kemasyarakatan
lokal, seperti yang dikatakan oleh Hariz Faozan (2010) dalam sebuah makalahnya
yang berjudul Tata
Kelola Pemerintahan Daerah Yang Baik Dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal Yang
Menimbulkan Pembangunan Daerah menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi lokal secara sederhana dapat
diartikan sebagai suatu proses kegiatan perekonomian di suatu daerah yang
menyebabkan barang dan/atau jasa yang diproduksi di suatu daerah semakin
bertambah dan kemakmuran masyarakat daerah yang bersangkutan semakin meningkat
dalam jangka panjang. Proses kegiatan perekonomian di suatu daerah itu sendiri
sangat terkait dengan perkembangan ekonomi yang bersifat tangible atau
nyata, seperti diantaranya perkembangan infrastruktur, rumah sakit, sekolah,
barang manufaktur, produksi barang industri-industri di daerah. Pertumbuhan
ekonomi lokal, oleh karenanya dapat digambarkan sebagai berkembangnya
potensi-potensi ekonomi di tingkat lokal yang mampu mengangkat derajat
perekonomian masyarakat yang bersangkutan, sehingga masyarakat mampu bertahan
dan bahkan bersaing di bidang ekonomi dengan masyarakat daerah lain.
Berkaca dari Visi dan Misi Bupati dan Wakil
Bupati Bangka Tengah Periode 2010-2015, peningkatan pertumbuhan ekonomi
masyarakat lokal inilah yang menjadi dasar Bupati dan Wakil Bupati Bangka
Tengah periode 2010-2015 untuk menjalan visi dan misi-nya untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bangka Tengah. Adapun bentuk
dari visi dari Bupati dan Wakil Bupati Bangka Tengah periode 2010-2015 adalah
sebagai berikut : “Terwujudnya
Negeri Selawang Segantang yang sejahtera melalui pemerintahan yang amanah,
bersih, berwibawa, berbasis IPTEK dan IMTAQ, berorientasi ekonomi masyarakat
serta berwawasan lingkungan”. Sedangkan Misi yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan pengelolaan potensi
sumber daya alam secara arif dan bijaksana melalui penguasaan dan pengembangan
IPTEK dan IMTAQ yang berorientasi kepada ekonomi masyarakat,
2. Menciptakan situasi politik dan
keamanan yang kondusif untuk memacu iklim usaha dan investasi,
3. Meningkatkan sarana dan prasarana
untuk memacu percepatan pelaksanaan pembangunan,
4. Meningkatkan kualitas sumber daya
manusia,
5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan terbuka.
Dengan adanya visi dan misi tersebut, jelas
bahwa dalam pembangunan daerah, satu hal yang paling penting untuk dilaksanakan
adalah meningkatkan pertumbuhan masyarakat yang sejahtera, karena apabila
masyarakat sejahtera, maka pembangunan-pembangunan yang lain pun akan sangat
mudah terlaksana.
Tuntutan-tuntutan penggalakan ekonomi
masyarakat lokal ini-lah yang melandasi atau yang menjadi cikal bakal Kabupaten
Bangka Tengah untuk menggalakkan peningkatan ekonomi kemasyarakatan dengan memanfaatkan
kolong bekas tambang timah yang sudah tidak memiliki potensi timah. Lahan bekas
tambang timah itu, hanya dibiarkan begitu saja tanpa ada rehabilitasi ataupun
reklamasi. Hal inilah yang semakin memperparah kondisi kolong/lahan bekas
tambang timah. Saat ini, pemerintah daerah berusaha memberikan sosialiasasi
terhadap masyarakat tentang cara-cara pemanfaatan dan pengelolaan kolong
pasca habisnya timah, maka
dikeluarkanlah sebuah Peraturan Daerah yang mengatur tentang pemanfaatan dan
pengelolaan kolong tersebut, yaitu Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong.
D.
Pemanfaatan
Kolong Sebagai Area Pembudidayaan Ikan Air Tawar Bagi Masyarakat
Sesuai dengan peraturan daerah tersebut,
usaha pemanfaatan kolong dilaksanakan sesuai dengan status kepemilikannya dan
izin pengelolaannya, namun apabila kolong tersebut tidak dilaporkan selama 2 (dua) tahun, maka seluruh
izin pengelolaan dan pemanfaatan kolong akan dicabut dan pemerintah berhak
mengelolanya. Kolong selain sebagai sumber air baku, juga dapat dimanfaatkan
sebagai daerah untuk pembudidayaan ikan air tawar, seperti ikan lele dan ikan
patin melalui keramba ataupun dilepas secara liar.
Oleh
karena itu, dalam upaya pemberdayaan kolong yang produktif, dapat dilakukan
sesuai keinginan dari masyarakat di sekitar kolong, dan keterlibatan pemerintah
daerah sebagai lembaga yang memberi ijin dan fasilitas, serta rencana pengembangan
wilayah terutama kebijakan tata ruang, dan pihak swasta lainnya yang berperan
sebagai investor. Pola pemanfaatan kolong yang dapat dikembangkan antara lain
adalah pola terpadu dengan konsentrasi pada kegiatan perikanan. Usaha perikanan
ini dapat dilakukan pada kolong-kolong yang berusia lebih dari 15 tahun atau
kolong yang mempunyai akses ke sungai dan laut. Karena berdasarkan hasil laporan
yang ditulis oleh Endang Bidayani (2008) terhadap kualitas air kolong, menyebutkan
bahwa permasalahan krusial dari kualitas air kolong yang berusia kurang dari 15
tahun dan tidak memiliki aksesibilitas ke sungai dan laut adalah kandungan
logam berat terutama kandungan timbal (Pb), seng (Zn) dan tembaga (Cu).
Saat ini, tingkat konsumsi ikan lele maupun
ikan patin di Kabupaten Bangka Tengah sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan
menjamurnya warung-warung makan yang menyajikan menu ikan patin dan ikan lele,
tapi sayangnya sebagian besar ikan patin ataupun ikan lele itu didatangkan dari
Propinsi Sumatera Selatan, karena seperti kita ketahui memang dari dulu,
Propinsi Sumatera Selatan terkenal dengan
hasil ikan air tawarnya. Pembudidayaan berbagai jenis ikan air tawar ini
saat ini sedang digalakkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka
Tengah, hal ini didasari bahwa ikan air tawar merupakan salah satu jenis usaha
yang lumayan menjanjikan ke depannya. Dengan didukung menjamurnya warung-warung
kuliner yang menyajikan menu ikan air tawar. Kolong dapat dijadikan sebagai
tempat untuk membudidayakan ikan-ikan air tawar tersebut. Dengan menggunakan
jenis keramba apung ataupun dibudidayakan secara liar (benih ikan hanya dilepas
ke dalam kolong).
Pemanfaatan
kolong sebagai usaha perikanan dan perkebunan ini dapat melibatkan masyarakat
sekitar sebagai mitra. Selain dapat membantu mengentaskan kemiskinan melalui
peningkatan pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan,
pengembangan pola kemitraan inti dan plasma juga dapat memberikan manfaat bagi
perusahaan, yakni melalui pemanfaatan biji jarak sebagai bahan bakar bagi operasional
industri pertambangan menggantikan bahan bakar fosil, sekaligus membantu masyarakat
mendapatkan bahan bakar minyak jarak sebagai pengganti minyak tanah yang
belakangan sulit didapatkan, dengan harga terjangkau. Upaya yang dapat dilakukan
antara lain memberikan bibit secara gratis kepada petani, memanfaatkan lahan bekas
pertambangan dengan sistem tumpang sari dengan cara bagi hasil, melakukan pembinaan
kepada para petani dan melakukan pendampingan selama proses produksi berlangsung,
melakukan proyek percontohan atau memperkerjakan para pengangguran untuk
melakukan reklamasi pada lahan-lahan milik perusahaan dengan sepenuhnya
pembiayaan dari pihak perusahaan.
E.
Kolong Sebagai Sarana Rekreasi dan
Wisata Air
Selain sebagai tempat pembudidayaan ikan air
tawar, kolong juga dapat dimanfaatkan untuk sarana rekreasi dan wisata air,
bisa dimanfaatkan sebagai water boom, dengan
dibangunnya pusat wahana water boom,
maka kolong yang hanya ditelantarkan oleh pengusahanya dapat disulap menjadi
daerah wisata. Hal ini sudah dilakukan oleh Kabupaten Bangka yaitu dengan
selain menyajikan kolam air panas, juga mereka menyediakan wahana water boom. Wahana tersebut diserahkan
kepada pihak ketiga, dimana saat ini, wahana Tirta Tapta dikelola oleh pihak
Eljohn. Untuk di Kabupaten Bangka, kolong yang
bisa dimanfaatkan sebagai wahana water
boom bisa dibangun di lokasi ex-PT. Kobatin di daerah Kelurahan Simpang
Perlang, ataupun di Desa Nibung, Kecamatan Koba, karena selain luas dan besar,
juga daerah tersebut mudah diakses, karena berada di dekat Kota Koba, namun
sampai sejauh ini, pihak PT. Kobatin belum menghibahkan kolong tersebut kepada
pihak Pemerintah Daerah.
F.
Sebagai
Tempat Penangkaran Buaya
Sejak dulu kulit buaya menjadi trend yang
tidak ada pernah akan habisnya, selain mahal harganya, pecinta fashion pun seolah-olah merasa prestise jika menggunakan produk yang
berbahan dasar kulit buaya. Dengan memanfaatkan peluang terhadap permintaan
masyarakat terhadap kulit buaya itulah, Pemerintah Daerah dapat memberikan
pelatihan terhadap penangkaran buaya. Usaha
penangkaran buaya selain bertujuan melestarikan buaya, juga dapat diambil
manfaatnya sebagai penghasil kulit buaya untuk keperluan bahan baku pada industri
kerajinan. Buaya-buaya yang akan ditangkarkan ini, dapat diambil dari alam
karena buaya masih dapat dijumpai di perairan Bangka Belitung secara bebas.
G.
Kesimpulan
Lahan pasca timah meninggalkan sejumlah
kolong-kolong yang sampai saat ini belum dimanfaatkan sepenuhnya, kolong
merupakan suatu asset yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber mata pencaharian
baru bagi masyarakat lokal. Sebagaimana dalam Peraturan Daerah Nomor 26 tahun
2011 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong. Pemerintah Kabupaten Bangka
Tengah memperkenalkan kepada masyarakat tentang pemanfaatan kolong untuk
masyarakat. Sebagaimana disebutkan bahwa pemanfaatan kolong bisa dijadikan
sebagai tempat pembudidayaan ikan air tawar, sarana rekreasi, dan penangkaran
buaya.
Namun yang menjadi kendala ke depan adalah
tentang status lahan yang dijadikan sebagai tempat pengeksploitasian timah, dan
juga investor yang akan menanamkan investasi ke kolong tersebut. Sosialisasi
pemerintah ke masyarakat serta pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan
pembudidayaan ikan air tawar dan penangkaran buaya pun saat ini dirasakan belum
optimal.
Dengan adanya pemanfaatan kolong, diharapkan
kepada masyarakat di Kabupaten Bangka Tengah untuk dapat memanfaatkan seoptimal
mungkin, karena harapan masyarakat kepada timah saat ini dapat bergeser dan
tidak sepenuhnya menggantungkan hidup mereka terhadap timah.
Daftar Pustaka :
Echols,
John M dan Shadily Hassan. Kamus Inggris
Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Jakarta. 2005
Puspita, Lani dkk. Lahan Basah Buatan di Indonesia, Bogor:
Wetlands International - IP, 2005
Bangka Tengah Dalam Angka 2010
Tata
Kelola Pemerintahan Daerah yang Baik dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal yang
Menimbulkan Pembangunan Daerah Penulis
Hariz Faozan dalam Jurnal Ilmu Administrasi Vol. VII No. 4 Tahun 2010
Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
dan Pemanfaatan Kolong