Monday, 30 April 2012

Chord SLANK - Ku Di Negeri Orang

cinta itu air, cinta itu udara 
cinta itu berkorban, cinta itu keyakinan 
cinta itu kemuliaan, cinta itu agung 
cinta itu Tuhan 


D          G       C       D           G 
kau tahu rasa di hatiku kangen sama kamu 
                D        C              G 
sejak kita berpisah jauh ku gelisah selalu 
D          G    C     D           G 
kekal rasa di dadaku merindukan kamu 
                  D       Em  C         G 
sejak kita jarang bertemu aku resah selalu 

[chorus] 
              C         D                G 
aku di negri orang merantau tuk mencari uang 
                  C          A                  D 
ku di seberang lautan terasa berat tanpa kau seorang 
D        G       C       D           G 
tapi cinta cinta kita takkan terpisahkan 

D       G          C       D           G 
sabar sayang sabar sayang aku nanti pulang 
                 D       Em  C         G 
walau kita tidak bersama aku tetap setia 

[chorus] 
              C         D                G 
aku di negri orang merantau tuk mencari uang 
                  C          A                  D 
ku di seberang lautan terasa berat tanpa kau seorang 
D        G       C       D            
tapi cinta cinta kita takkan tergoyahkan 

[solo] Em C G D 3x 
       Em C A C  

[chorus] 
              C         D                G 
aku di negri orang merantau tuk mencari uang 
                  C          A                  D 
ku di seberang lautan terasa berat tanpa kau seorang 
D        G       C       D            G 
tapi cinta cinta kita takkan tergoyahkan 

Studi Kebijakan Publik, bukan sekadar persoalan administratif


Studi Kebijakan Publik, bukan sekadar persoalan administratif, akademis semata tetapi lebih daripada itu merupakan suatu proses politik yang kompleks dan dinamis, sehingga menurut Grindle & Thomas (1991) dan Howlett dan Ramesh (1998), kebijakan publik adalah sebuah proses politik
Kebijakan publik adalah sebuah proses politik yang melibatkan berbagai kepentingan dan sumber daya sehingga akhir dari proses politik tersebut adalah produk subyektif yang diciptakan oleh pilihan-pilihan sadar dari pelaku kebijakan. Sebagai proses politik, pembuatan kebijakan tidak pernah sepi dari perdebatan. Sebelum tahun 1980-an studi kebijakan dimaknai sebagai suatu proses politik yang linier yang terdiri dari berbagai tahapan proses pengambilan. Karena dalam kebijakan publik wilayah lingkungan kebijakan publik, diantaranya: stakeholders kebijakan, kebijakan publik. Dalam pembuatan kebijakan publik terjadi proses komunikasi antar elemen diantaranya adalah aktor, struktur, dan organisasi yang bersifat dialektif.
Perkembangan politik lokal yang terjadi pada masyarakat di daerah menciptakan iklim bagi perluasan partisipasi politik masyarakat lokal yang berdampak pada proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan publik. Kebijakan publik yang lahir akan terlihat apakah masyarakat lokal ikut dilibatkan atau tidak dan seberapa jauh pelibatan itu terjadi yang mampu mengadopsi aspirasi dan kebutuhan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Keseimbangan akan terjadi, jika proses pembuatan kebijakan publik mengikutsertakan kelompok kepentingan yang ada di tengah masyarakat lokal.
Kebijakan publik lahir dari dunia politik yang melibatkan proses yang komplet gagasan dapat datang dari berbagai sumber, seperti kepentingan para politisi, lembaga-lembaga pemerintah, kelompok-kelompok kepentingan, dan warganegara. Memahami kebijakan publik harus dipahami sebagai tujuan karena kebijakan publik adalah alat untuk mencapai sebuah tujuan. Artinya, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik sebagai konstituen pemerintah.
Sebagai contoh kebijakan pemerintah dalam menaikan harga BBM didasarkan oleh pernyataan Wakil Presiden yang menyatakan bahwa APBN negara terbebani berat oleh pemberian subsidi BBM. Solusi untuk mengatasi beban ini alternatifnya hanya satu, mengurangi subsidi BBM. Jika ini yang terjadi, maka kebijakan ini adalah menegasikan proses pelibatan masyarakat dalam penetapannya. Kebijakan kenaikan BBM dapat dijadikan contoh bagaimana pemerintah telah membuat kebijakan sepihak.

Perkembangan konsep dan Teori New Governance dan perubahan sistem pemerintahan yang demokratis


Perkembangan konsep dan Teori New Governance dan perubahan sistem pemerintahan yang demokratis.
a. Pendekatan partisipatif menjadi idola dalam proses formulasi kebijakan.
Partisipasi adalah persoalan relasi kekuasaan, atau relasi ekonomi politik, yang dianjurkan oleh demokrasi. Partisipasi warga masyarakat berada dalam konteks governance, yakni korelasi antara negara (pemerintah) dan rakyat. Negara adalah pusat kekuasaan kewenngan dan kebijaksanaan yang mengatur (mengelola) alokasi barang-barang (sumber daya) publik pada masyarakat. Sedangkan di dalam masyarakat terdapat hak sipil dan hak politik, kekuatan masa dan kebutuhan hidup, dan lain-lain. Dengan demikian partisipasi adalah jembatan penghubung antara negara dan masyarakat agar pengelolaan barang-barang publik membuahkan kesejahteraan dan human well being.
Dari sudut pandang negara, demokrasi mengajarkan partisipasi sangat dibutuhkan untuk membangun pemerintahan yang akuntabel, transparan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Tiadanya partisipasi menabur pemerintahan yang otoriter dan korup, dari sisi masyarakat, partisipasi adalah kunci pemberdayaan, atau penguatan peran. Partisipasi memberikan ruang dan kapasitas masyarakat untuk kebutuhan dan hak-hak mereka, mengembangkan potensi dan prakarsa lokal, mengefektifkan peran masyarakat serta membangun kemandirian masyarakat.
Makna subtantif yang berikutnya adalah kontrol warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses politik yang terkait dengan pemerintah. Kita mengenal kontrol internal (self-control) dan kontrol eksternal. Artinya kontrol bukan saja menyangkut kapasitas masyarakat melakukan pengawasan (pemantauan) terhadap kebijakan (implementasi dan resiko) dan tindakan pemerintah, tetapi juga kemampuan masyarakat melakukan penilaian secara kritis dan reflektif terhadap resiko-resiko atas tindakan mereka.
Selain itu, pendekatan partisipasi mencakup dengar pendapat terbuka secara ekstensif dengan sejumlah besar warga negara yang mempunyai kepedulian. Oleh karena itu, pendekatan ini lebih merupakan preskripsi untuk desain atau redesain kebijakan atau sebagai suatu pendekatan empirik untuk memahami pembentukan kebijakan atauoun implementasinya.
a.      Dilema atau problema dalam pendekatan partisipasi pada proses kebijakan.
1)      Dilema ukuran, berarti keadaan administrasi negara modern begitu besar dan kompleks. Keterlibatan warga langsung harus mengakomododir berbagai kelompok dan individu. Demokrasi langsung dirumuskan untuk kelompok-kelompok kecil bertemu tatap muka dan operasi di ruang publik yang relatif terbatas.
2)      Dilema kelompok yang dikecualikan atau tertindas, berarti ada beberapa kelompok warga yang dikeluarkan secara sistematis dari demokrasi perwakilan.
3)      Dilema risiko. Banyak teknologi yang kompleks menimbulkan bahaya besar dan resiko terhadap individu, masyarakat, daerah, atau bahkan untuk seluruh planet. 
4)      Dilema teknologi dan keahlian. Warga merasa sulit untuk bersaing dengan profesional dalam hal pengetahuan, informasi, dan keahlian (Drysek dan Torgerson, 1993). Elite administratif dan teknis menggeser kedua warga negara dan wakil-wakil mereka dalam proses partisipatif.
5)      Dilema waktu dan krisis. Kita berada di era krisis mempercepat, keputusan sering harus diambil dengan cepat tanpa melibatkan banyak orang. 
6)      Dilema kebaikan bersama. Penyertaan langsung mungkin tidak benar-benar mencerminkan kepentingan umum. Kepentingan umum tergantung pada musyawarah bukan hanya jaminan kesetaraan politik atau penangkapan opini publik melalui jajak pendapat terbaru.
b.      Lima kondisi yang menentukan partisipasi masyarakat menurut Ventris (2001)
Komunitas, (ukuran, tingkat pendidikan, distribusi penduduk) apabila dikaitkan dengan kenyataan di Indonesia, maka faktor-faktor tesebut memang sangat berpengaruh. Karakteristik masyarakat kita yang sangat variatif (ada yang sudah maju, ada yang belum, ada yang telah terdidik, ada yang masih banyak buta huruf, ada masyarakat yang berbudaya terbuka sementara ada yang tertutup, ada yang melarang tidak boleh protes, tidak boleh berbicara terbuka,dan lain sebagainya). Belum lagi letak fisik atau geografis yang berjauhan seperti kepulauan yang terpencil, keterbatasan alat transportasi, dan sarana komunikasi, tentu memakan biaya yang tidak sedikit. Semua ini jelas menghambat proses partisipasi murni. Karena itu, tidak mengherankan kalau ada daerah yang lebih mudah melaksanakan partisipasi sementara yang lain sebaliknya.
Kompleksitas politik memang merupakan salah satu faktor penentu yang sangat penting. Dominasi partai tertentu seringkali “memobilisasi” massa sebagai wujud partisipasi untuk memenangkan keputusan tertentu bagi golongan tertentu. Banyak pengalaman kita di masa Orde Baru bahkan sampai saat ini juga masih nampak munculnya bentuk partisipasi mobilisasi tersebut. Dominisasi seperti ini telah mempersulit keterwakilan dalam proses partisipasi.
Aspek ekonomi politik yang muncul antara pihak pemerintah dengan masyarakat sering terjadi. Pemerintah sering mendominasi keputusan dengan berbagai alasan, dan mengenyampingkan suara masyarakat dengan berbagai alasan pula. Keterbatasan waktu, biaya, informasi, data, dan tenaga dari pihak pemerintah sering dipakai sebagai alasan utama untuk menolak partisipasi masyarakat, sementara masyarakat tidak bisa berbuat banyak dengan ditutupnya access untuk memperjuangkan kepentingannya.
Aspek akuntabilitas memang sangat menentukan keberhasilan partisipasi masyarakat. Selama tidak ada kewajiban bagi para pejabat atau birokrat untuk mempertanggung jawabkan keputusan atau perbuatannya kepada publik, maka para pejabat cenderung mengenyampingkan partisipasi masyarakat melalui  partisipasi, berbagai kepentingan publik dapat diartikulasikan, diagregasikan dan diakomodasikan dalam kebijakan dan kegiatan publik, sementara melalui mekanisme akuntabilitas publik, apa yang telah dijanjikan melalui kebijakan dan kegiatan publik itu ditagih pertanggungjawabannya.
Dan praktek “kooptasi” di tanah air sering muncul kepermukaan, hanya saja dikemas sedemikian rupa sehingga sulit dibuktikan atau dilacak. Banyak kelompok yang seharusnya menyuarakan hati nurani rakyat atau kepentingan masyarakat sering tidak berani atau tidak lagi gencar malukannya karena telah “mendapat bagian”, atau “ditutup mulut”nya melalui pemberian sesuatu, atau diiming-imingi janji tertentu. Praktek kooptasi ini telah melumpuhkan jalannya partisipasi murni di tanah air kita.

Kenaikan BBM per tanggal 1 April 2012.


Patton dan Savicky membuat siklus proses kebijakan sebagai berikut:
1.      Mendefinisikan masalah (define the problem)
Alasan pemerintah menaikan harga BBM biasanya terjadi akibat krisis ekonomi dan politik yang terjadi di negara-negara penghasil minyak, mengakibatkan melambungkan harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) kemudian berimbas kepada APBN. Kenaikan harga BBM merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan APBN yang banyak dihabiskan oleh subsidi. Naiknya harga minyak dunia memaksa pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap harga minyak di dalam negeri. Yaitu harga minyak dunia yang terlalu tinggi, yang sekarang saja berada di harga US$ 107 per barel sehingga membuat subsidi BBM membengkak dan memberatkan keuangan negara.
2.      Menentukan kriteria evaluasi (determine evaluation criteria), adapun indikator dalam pencarian nilai atau value dapat dicerminkan dari beberapa hal di bawah ini:
a.      Efektivitas
Harga BBM dinaikkan pada tanggal 1 April 2012 sebesar Rp 6.000,00 per liternya.
b.       Efisiensi
Dengan dinaikkannya harga BBM, maka beban subsidi APBN akan berkurang.
c.       Adequacy/ketepatan dalam menjawab masalah
Kenaikan BBM akan menyebabkan harga sembako naik, biaya produksi pun akan bertambah, sehingga akan memberatkan masyarakat kecil.
d.      Equity / pemerataan
Dengan dinaikkannya harga BBM, maka pemerintah akan mengeluarkan dana kompensasi pengurangan subsidi BBM berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, yang diperuntukkan bagi  masyarakat miskin.
e.       Responsiveness
Dengan adanya BLSM sebagai pengganti kompensasi pengurangan subsidi BBM dimaksudkan agar rumah tangga sasaran tidak merasakan dampak kenaikan BBM tersebut.
f.        Appropriateness/ketepatgunaan
Dikhawatirkan pemberian BLSM tersebut tidak sesuai dan tidak tepat sasaran.
3.      Mengidentifikasi kebijakan-kebijakan alternatif (identify alternative policies)
Kebijakan alternatif selaian menaikkan BBM dan pemberian BLSM, yaitu :
a.      Harga BBM tidak dinaikkan, namun yang perlu dinaikkan adalah pajak mobil pribadi, karena pengguna mobil merupakan salah satu konsumen yang menggunakan BBM yang bersubsidi, dengan adanya penaikkan pajak kendaraan dimaksud dapat menekan pengunaan mobil pribadi.
b.      Dana BLSM yang sebesar Rp 25,6 Trilyun digunakan untuk membangun infrastruktur di daerah-daerah rawan miskin, di daerah perbatasan, pembangunan pasar sebagai pusat perekonomian masyarakat, serta peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan.
4.      Mengevaluasi kebijakan-kebijakan alternatif (evaluate alternative policies)
a.      Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak mentah dunia, namun mengapa kita masih perlu mengimpor minyak? Hal ini dikarenakan daya konsumsi BBM yang sangat tinggi. Penyebabnya adalah penggunaan kendaraan pribadi yang terlalu banyak, apabila pajak kendaraan mobil pribadi dinaikkan, maka asumsinya adalah pembatasan penggunaan kendaraan pribadi.
b.      Dana sebesar Rp 25,6 Trilyun tersebut apabila digunakan pembangunan infrastruktur di daerah rawan kemiskinan dan di daerah perbatasan akan lebih layak diterapkan apabila pemerintah hanya memberikan BLSM dimana per Rumah Tangga Sasaran hanya mendapat Rp 150.000,00.
5.      Menyeleksi kebijakan-kebijakan pilihan (select preferred policy)
Prioritas pemerintah saat ini yang paling tepat adalah menaikkan pajak kendaraan pribadi terutama mobil, hal ini selain dapat menekan kepemilikan kendaraan, juga dapat menurunkan konsumsi BBM bersubsidi, serta dapat meningkatan pendapatan negara.
6.      Menerapkan kebijakan-kebijakan pilihan (implement the preferred policy)
Perlu kerja keras dalam menerapkan kebijakan di atas, dan juga perlu sinkronisasi antara pusat dan daerah, selain itu juga aparatur negara pun harus konsisten menjalankan kebijakan tersebut.
Dengan mengelola isu kenaikan harga BBM dan menyatakan sikap penolakan, pemerintah dipaksa DPR utk melakukan negosiasi dan deal-deal politik. Dalam hal isu ini, posisi tawar (bargaining position) pemerintah lebih rendah daripada DPR. Pemerintah terdesak kebutuhan anggaran dan tekanan masyarakat yang sengaja digawangi oleh DPR dengan berbagai macam dalih dan argumentasi penolakan rencana kenaikan BBM tersebut. Akibatnya, demonstrasi dan gejolak penolakan kenaikan harga BBM semakin kencang dan mulai menggangu stabilitas politik, ekonomi, keamanan. Pemerintah terpaksa pontang-panting menyelesaikan 2 (dua) masalah besar, yaitu: mengejar persetujuan DPR dan mengamankan gejolak rakyat.
Dalam hal ini, Pemerintah sangat serius mengamankan demonstrasi/aksi penolakan kenaikan harga BBM karena juga dapat dimanfaatkan pihak-pihak lain untuk tujuan tertentu. Tujuan tertentu pihak lain tersebut yang paling ditakutkan pemerintah adalah penjatuhan kekuasaan SBY. Hal ini sangat mungkin karena reputasi dan kredibiltas perintahan SBY sudah sangat rendah di mata rakyat. SBY dimata publik sudah dinilai gagal dalam mewujudkan pemberantasan korupsi, mafia hukum, narkoba, keamanan dan gejolak sosial.